Hasil Kebudayaan Penduduk Pada Kala Praaksara - Habibullah Al Faruq

Hasil Kebudayaan Masyarakat pada Masa Praaksara - Berdasarkan dengan hasil kebudayaannya , secara garis besar , Zaman Praaksara dibagi menjadi Zaman Batu dan Zaman Logam.

Masa Praaksara merupakan sebuah masa di mana insan dalam hal ini merupakan insan purba selaku penduduk yang menetap di sebuah daerah yang ada di Indonesia , masih belum mengenal goresan pena sama sekali.

Akan tetapi , mereka masih bisa bertahan hidup dengan cara melaksanakan sejumlah acara , mirip misalnya bercocok tanam , berburu , dan menghasilkan perlengkapan yang dapat digunakan selaku kehidupan sehari-hari mereka.

Peninggalan kebudayaan di masa praaksara khususnya Indonesia ini sangatlah banyak , khususnya di zaman batu. Sementara itu , kebudayaan zaman kerikil terbagi lagi menjadi :
  • Zaman Paleolitikum (Zaman Batu Tua)
  • Zaman Mesolitikum (Zaman Batu Madya)
  • Zaman Neolitikum (Zaman Batu Baru/Batu Muda)
  • Zaman Megalitikum (Zaman Batu Madya)

1. Zaman Batu

Zaman Batu
Zaman Batu , sumber : sejarah-negara.com

Pada zaman kerikil , perlengkapan yang digunakan oleh insan purba yang dibikin dari batu.

A. Zaman Paleolitikum (Zaman Batu Tua)
Zaman Paleolitikum ini disebut dengan nama Zaman Batu Tua alasannya merupakan perlengkapan yang digunakan oleh insan purba yang dibikin dari kerikil dan pengerjaannya juga masih begitu sederhana dan kasar. Hasil dari kebudayaan pada Zaman Paleolithikum yang cukup tenar merupakan Kebudayaan Pacitan dan Kebudayaan Ngandong.

Zaman ini bermula kira-kira antara 50.000 sampai 100.000 tahun yang lalu. Periode zaman ini merupakan antara tahun 50.000 SM - 10.000 SM.

Catatan :
SM = Sebelum Masehi

Pada zaman ini , insan hidup secara nomaden atau secara berpindah-pindah dalam kumpulan kecil untuk mencari makanan. Mereka mencari biji-bijian , umbi , serta dedaunan selaku makanan. Mereka tidak bercocok tanam. Mereka bermodalkan menggunakan kerikil , kayu , dan tulang binatang untuk menghasilkan perlengkapan sehari-hari. Alat inilah yang juga digunakan untuk menjaga diri dari musuh.

  • Kebudayaan Pacitan
Pacitan merupakan nama salah satu kabupaten yang ada di Jawa Timur , memiliki batas dengan Jawa Tengah. Pada zaman purba , diperkirakan anutan Bengawan Solo mengalir ke selatan dan bermuara di pantai Pacitan.

Pada tahun 1935 , Von Koenigswald menerima beberapa alat dari kerikil yang ada di tempat Pacitan. Alat-alat ini bentuknya mirip kapak , akan tetapi tidak bertangkai , sehingga menggunakan kapak tersebut dengan cara digenggam.

Alat-alat kerikil yang berasal dari Pacitan ini disebut dengan kapak genggam (chopper) dan kapak perimbas. Di Pacitan , juga didapatkan alat-alat yang berupa kecil , disebut dengan serpih. Berbagai peninggalan tersebut diperkirakan digunakan oleh insan purba jenis Meganthropus.

  • Kebudayaan Ngandong
Ngandong merupakan nama dari salah satu tempat yang terletak didekat Ngawi , Madiun , Jawa Timur. Di tempat Ngandong dan Sidorejo ini banyak didapatkan alat-alat yang berasal dari tulang serta alat-alat kapak genggam dari batu.

Alat-alat dari tulang tersebut ini diantaranya dibentuk dari tulang binatang dan tanduk rusa. Selain itu , juga ada alat-alat mirip ujung tombak yang bergerigi pada sisi-sisinya. Berdasarkan observasi , alat-alat tersebut merupakan hasil kebudayaan dari Homo Soloensis dan Homo Wajakensis.

Karena didapatkan di tempat Ngandong , dipahami secara lazim dengan nama Kebudayaan Ngandong.

Di erat Sangiran , erat dengan Surakarta , didapatkan juga alat-alat yang berupa kecil , biasa disebut dengan nama Flake. Manusia purba sudah memiliki nilai seni yang tinggi. Pada beberapa flake , ada yang dibentuk dari kerikil indah , mirip Chalcedon.

B. Zaman Mesolitikum (Zaman Batu Madya)
Pada Zaman Mesolitikum di Indonesia , insan hidup tidak jauh berlawanan dengan Zaman Paleolitikum , yaitu dengan melaksanakan berburu dan menangkap ikan. Akan tetapi , insan di masa itu mulai memiliki tempat tinggal yang agak tetap dan bercocok tanam secara sederhana.

Tempat tinggal yang mereka pilih , kebanyakan berlokasi di tepi pantai (kjokkenmoddinger) dan goa (abris sous roche) sehingga di lokasi-lokasi itulah banyak didapatkan berkas-berkas kebudayaan insan di zaman tersebut.

  • Kjokkenmoddinger
Kjokkenmoddinger ini berasal dari bahasa Denmark , kjokken yang mempunyai arti "dapur" dan modding berarti "sampah". Makara , Kjokkenmoddinger ini merupakan sampah-sampah dapur.

Kjokkenmoddinger ini merupakan timbunan kulit siput dan kerang yang menggunung. Di dalam Kjokkenmoddinger , didapatkan banyak kapak genggam. Kapak tersebut berlawanan dengan chopper (kapak genggam dari Zaman Paleolitikum).

Sampah dapur ini diteliti oleh Dr. P. V. van Stein Callenfels di tahun 1925 dan menurut observasi yang dijalankan olehnya , kehidupan insan pada di saat itu bergantung dari hasil menangkap siput dan kerang , alasannya merupakan didapatkan sampah kedua binatang tersebut setinggi 7 (tujuh) meter.

Sampah dengan ketinggian tersebut kemungkinan sudah mengalami proses pembentukan yang cukup usang , yaitu meraih ratusan tahun bahkan sampai ribuan tahun.

Di antara tumpukan sampah juga didapatkan kerikil penggiling beserta dengan landasannya yang digunakan selaku penghalus cat merah. Cat itu diperkirakan digunakan dalam program keagamaan atau dalam ilmu sihir.

Kapak genggam tersebut dinamakan dengan pebble atau Kapak Sumatra berdasarkan tempat penemuannya. Di samping pebble , juga didapatkan kapak pendek (hache courte) dan pipisan (batu bata penggiling beserta landasannya).

Berdasarkan serpihan tengkorak serta igi yang didapatkan pada Kjokkenmoddinger , diperkirakan jika insan yang hidup di zaman mesolitikum merupakan bangsa Papua Melanosoid (nenek moyang dari Suku Irian dan Melanosoid).

  • Abris Sous Roche
Manusia purba memunculkan gua menjadi rumah. Kehidupan yang ada di dalam gua cukup usang meninggalkan sisa-sisa kebudayaan dari mereka.

Abris Sous Roche merupakan kebudayaan yang didapatkan di dalam gua-gua. Lantas , di tempat mana alat-alat tersebut ditemukan? Alat-alat apa saja yang didapatkan di dalam gua tersebut?

Di Gua Lawa , Sampung , Ponorogo , Jawa Timur , banyak didapatkan alat-alat mirip misalnya flake , kapak , kerikil penggilingan , dan beberapa alat yang yang dibikin dari tulang. Karena pada gua tersebut banyak didapatkan perlengkapan yang berasal dari tulang , disebut dengan nama Sampung Bone Culture. Selain di Sampung , gua-gua selaku Abris Sous Roche juga terdapat di Besuki , Bojonegoro , dan Sulawesi Selatan.

C. Zaman Neolitikum (Zaman Batu Baru/Batu Muda)
Zaman Neolitikum merupakan pertumbuhan zaman dari kebudayaan kerikil madya. Alat-alat yang yang dibikin dari kerikil yang sudah mereka hasilkan lebih tepat dan lebih halus diadaptasi dengan fungsinya. Hasil kebudayaan yang tenar di Zaman Neolitikum merupakan jenis kapak persegi dan kapak lonjong.

Fase atau tingkat kebudayaan pada zaman prasejarah yang memiliki ciri-ciri berupa unsur-unsur kebudayaan , mirip perlengkapan yang berasal dari kerikil yang sudah diasah , pertanian menetap , peternakan , serta pengolahan tembikar , juga merupakan salah satu pemahaman dari Zaman Neolitikum.

  • Kapak Persegi
Kapak persegi berupa persegi panjang atau berupa juga trapesium. Kapak persegi yang besar sering disebut dengan nama beliung atau pacul (dalam bahasa Indonesia dinamakan dengan : cangkul).

Sementara itu , yang berskala kecil disebut dengan trah (tatah) yang digunakan untuk menjalankan kayu. Alat-alat tersebut , khususnya beliung , sudah diberi dengan tangkai. Daerah persebaran dari kapak persegi ini merupakan tempat Indonesia yang berada di bab barat , misalnya di tempat Sumatera , Jawa , dan Bali.

  • Kapak Lonjong
Kapak lonjong yang dibikin dari kerikil yang berupa lonjong serta sudah diasah secara halus dan diberi tangkai. Fungsi dari alat ini diperkirakan selaku aktivitas dalam menebang pohon. Daerah persebaran dari kapak lonjong ini umunya di tempat Indonesia yang terletak di bab timur , misalnya di tempat Irian , Seram , Tanimbar , dan Minahasa.

Di zaman Neolitikum , di samping ada banyak sekali macam kapak , juga didapatkan banyak sekali alat perhiasan. Misalnya , di Jawa didapatkan gelang-gelang yang yang dibikin dari kerikil indah serta alat-alat tembikar atau gerabah.

Di zaman itu , sudah dipahami dengan adanya pakaian. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya alat pemukul kulit kayu yang dijadikan selaku materi pakaian.

D. Zaman Megalitikum (Zaman Batu Madya)
Peninggalan dari kebudayaan Megalitikum ini yang dibikin dari kerikil yang memiliki ukuran besar. Kebudayaan megalitikum tak cuma untuk keperluan dalam menyanggupi keperluan hidup insan secara fisik saja.

Mereka juga sudah menghasilkan banyak sekali macam bangunan kerikil selaku kepentingan dalam banyak sekali upacara keagamaan , diantaranya digunakan dalam persembahyangan maupun untuk mengubur jenazah.

Pada zaman ini , insan sudah mengenal adanya kepercayaan. Walau keyakinan mereka masih di dalam tingkat yang permulaan , yaitu keyakinan kepada roh nenek moyang. Kepercayaan ini timbul alasannya merupakan wawasan dari dalam insan sudah mulai meningkat.

Hasil-hasil dari kebudayaan megalitikum , antara lain selaku berikut :
  1. Menhir. Menhir merupakan tiang atau tugu kerikil yang diresmikan selaku fasilitas dalam memuja arwah nenek moyang. Menhir banyak didapatkan di Sumatera Selatan , Kalimantan , dan Sulawesi Tengah. Istilah Menhir ini diambil dari bahasa Keltik , yang berasal dari kata men yang mempunyai arti "batu" dan hir yang mempunyai arti "panjang". Batu-batu ini juga dinamakan dengan Megalith (batu besar) alasannya merupakan ukurannya yang besar pula.
  2. Dolmen. Dolmen merupakan bangunan yang berupa mirip meja kerikil , berkaki menhir (menhir yang agak pendek). Bangunan ini digunakan selaku tempat sesaji dan pemujaan kepada nenek moyang. Adapula dolmen yang di bawahnya berfungsi selaku kuburan. Bangunan seperti ini dinamakan dengan pandusha.
  3. Sarkofagus. Sarkofagus merupakan peti kubur kerikil yang bentuknya mirip lesung dan memiliki tutup. Sarkofagus banyak didapatkan di tempat Bali. Bersama dengan Sarkofagus , juga didapatkan tulang-tulang insan berserta dengan bekal kubur , mirip pemanis , periuk , dan beliung. Peti kubur merupakan peti mayat yang yang dibikin dari batu-batu besar. Kubur kerikil dibentuk dari lempengan atau papan kerikil yang disusun persegi empat , sehingga berupa peti mayat yang dilengkapi dengan ganjal dan bidang atasnya juga berasal dari papan batu.
  4. Kubur Batu. Kubur kerikil ini nyaris sama dengan sarkofagus , begitu juga dengan fungsinya. Bedanya terletak jika kubur kerikil ini yang dibikin dari lempengan/lembaran kerikil yang lepas-lepas dan dipasang pada keempat sisinya , bab ganjal serta bab atasnya. Kubur peti kerikil ini banyak didapatkan di tempat Kuningan , Jawa Barat.
  5. Punden Berundak. Punden berundak merupakan bangunan dari kerikil yang disusun secara bertingkat. Fungsi dari bangunan ini merupakan selaku pemujaan. Punden berundak didapatkan di tempat Lebak Sibedug , Banten Selatan.
  6. Arca. Arca merupakan patung yang dibentuk dengan mirip dari bentuk insan serta binatang. Binatang yang digambarkan , diantaranya mirip gajah , kerbau , monyet , dan harimau. Arca ini banyak didapatkan , antara lain mirip di Sumatera Selatan , Lampung , Jawa Tengah , dan Jawa Timur. Bentuk arca insan bersifat dinamis yang mempunyai arti wujud insan dengan performa dinamis mirip arca kerikil gajah.

2. Zaman Logam

Zaman Logam
Zaman Logam , sumber : kopi-ireng.com

Pada zaman logam , insan sudah menyebarkan teknologi yang cukup tinggi. Dikatakan teknologi yang cukup tinggi alasannya merupakan kerikil tinggal membentuk sesuai dengan kehendak dari pemahat itu. Logam sementara tersebut tidak dapat dipahat dengan mudah sebagaimana halnya batu.

Manusia purba sudah menghasilkan perlengkapan yang berasal dari logam mirip misalnya perunggu dan besi. Mereka sudah mengolah materi itu menjadi beraneka macam bentuk. Hal ini menjadi salah satu bukti jika insan purba sudah mengenal adanya peleburan logam. Kebudayaan zaman logam sering juga disebut dengan Zaman Perundagian.

Manusia purba menghasilkan banyak sekali macam perlengkapan dari logam , baik itu selaku alat untuk berburu , menjalankan ladang , maupun untuk keperluan program keagamaan. Alat-alat yang berasal dari perunggu , misalnya kapak corong , atau kapak sepatu.

Kapak corong didapatkan di Sumatera Selatan , Jawa , Bali , serta Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan.

Di beberapa tempat juga didapatkan yang namanya nekara. Nekara ini digunakan untuk upacara keagamaan (kepercayaan pada masa purba). Misalnya , dalam upacara mengundang hujan dan persembahan yang lainnya.

Nekara ini berupa mirip berumbung yang berpinggang di bab tengahnya dan sisi atasnya tertutup. Makara , mirip dandang telungkup. Daerah penemuannya di daerah Sumatera , Jawa , Bali , Sumbawa , Pulau Roti , Selayar , dan Kepulauan Kei. Di Alor didapatkan nekara yang memiliki ukuran kecil yang disebut dengan moko.

Selain nekara , juga didapatkan alat atau benda-benda pemanis , mirip kalung , cincin , anting-anting , dan manik-manik.

Tidak ada komentar untuk "Hasil Kebudayaan Penduduk Pada Kala Praaksara - Habibullah Al Faruq"