4 Dimensi Hakikat Insan Dan Pengembangannya - Habibullah Al Faruq
Dimensi Hakikat Manusia - Manusia atau orang , bisa diartikan berlainan , entah itu dari sisi biologis , rohani , dan ungkapan kebudayaan , atau secara campuran.
Secara biologis , insan diklasifikasikan selaku Homo Sapiens , sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi oleh otak dengan berkemampuan tinggi.
Dalam hal atau urusan rohani , mereka diterangkan menggunakan rancangan jiwa yang beraneka macam atau bervariasi yang mana dalam agama , dipahami dalam keterkaitannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos , mereka juga sering ketimbang ras lain.
Sementara itu , dalam antropologi kebudayaan , mereka diterangkan berdasar dari penggunaan bahasa , organisasi mereka dalam penduduk bermacam-macam dan pertumbuhan teknologi , utamanya berdasar dari kesanggupan dalam membentuk sebuah kalangan dan sebuah forum untuk memperoleh pertolongan satu sama lain beserta dengan pertolongan atau bantuan.
Penggolongan manusia itu sendiri berdasar atas :
- Jenis kelamin
- Usia
- Ciri-ciri fisik
- Afiliasi sosio-politik-agama/kepercayaan
- Warga negara
- dan lain sebagainya
| Daftar Isi "4 Hakikat Manusia dan Pengembangannya" |
|---|
| Dimensi Hakikat Manusia |
| Pengembangan Dimensi Hakikat Manusia |
Dimensi Hakikat Manusia
| Dimensi Hakikat Manusia , via softwaregenerasi2.blogspot.com |
1. Dimensi Individual
Jadi , insan itu merupakan sosok insan yang monodualis , ciptaan Tuhan yang dikaruniai status selaku Khalifah Allah di paras bumi ini. Bayi dianugerahkan dengan kondisi jasmani yang lemah , tetapi mempunyai potensi jasmani berupa konstruksi badan yang lengkap dan rohani berupa itu daya cipta , rasa , karsa , intuisi , sampai bakat.
Faktor potensi bawaan inilah yang dapat membedakan insan yang satu dengan insan lainnya , yang mempunyai sifat unik , yang mana bisa meningkat dengan adanya sebuah bentuk dampak dari lingkungan. Sehingga , seorang individu bisa mendapatkan rasa kepribadiannya.
Dimensi perorangan merupakan kepribadian seseorang yang menjadi sebuah keutuhan yang tak lagi bisa dibagi-bagi. Seorang pakar pendidikan , M.J. Lavengeld , mengungkap kalau setiap orang mempunyai individualitas.
Individualitas di sini tujuannya yakni 2 anak kembar yang berasal dari satu telur yang biasa diungkap , menyerupai pinang dibelah dua dan sukar untuk dibedakan satu sama lain , yang mana memang nampaknya serupa tetapi tak sama , terlebih identik. Hal ini berlaku pada sifat fisiknya ataupun dalam hidup kejiwaannya (rohani).
Setiap individu itu mempunyai sifat yang unik , tidak ada bandingannya , dengan adanya individualitas tersebut , maka setiap orang bebas untuk berkehendak , berperasaan , menggapai impian , kecenderungan , semangat dan daya tahan yang berbeda-beda.
Salah satu bentuk pola sederhananya saja , 2 siswa di kelas yang mempunyai nama sama , pasti tak akan pernah bersedia untuk disamakan satu sama lain , yang berarti , tujuannya , masing-masing ingin menjaga ciri khasnya sendiri yang dimiliki.
M. J. Lavengeled juga mengungkap kalau setiap anak mempunyai dorongan tersendiri untuk bersikap berdikari dengan besar lengan berkuasa , meskipun di sisi lain pada anak terdapat rasa yang tak berdaya , sehingga memerlukan pihak lain , yang dimaksud di sini yakni pendidik yang dapat dijadikan selaku kawasan untuk bergantung dalam menampilkan proteksi dan bimbingan.
Sifat-sifat yang sebagaimana sudah digambatkan di atas secara mempunyai potensi memang sudah dimiliki sejak lahir dan perlu untuk ditumbuhkembangkan lewat adanya sebuah pendidikan , sehingga dapat menjadi sebuah kenyataan. Sebab , tanpa adanya training lewat pendidikan , benih-benih individualitas yang sungguh bermanfaat tersebut akan memungkinkan terbentuknya kepribadian unik dan akan tetap tinggal laten.
Kesanggupan untuk memikul tanggung jawabnya sendiri juga menjadi ciri-ciri yang esensial dari adanya individualitas pada diri manusia. Dengan kata lain , kepribadian seseorang tak akan terbentuk dengan sebagaimana mestinya , sehingga seseorang tak akan mempunyai warna kepribadian yang khas selaku miliknya.
Apabila terjadi hal yang demikian , seseorang menjadi tak mempunyai kepribadian yang otonom dan orang yang menyerupai ini justru tak akan mempunyai pendirian dan akan terbawa dengan sungguh mudah oleh arus massa , padahal , fungsi utama pendidikan merupakan menolong para penerima didik untuk membentuk kepribadiannya.
Sementara itu , pola pendidikan yang condong bersifat demokratis , dipandang cocok untuk mendorong berkembang kembang potensi dari individualitas seseorang.
2. Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada diri insan akan terlihat sungguh terang pada dorongan untuk bisa bergaul satu sama lain , dengan adanya dorongan untuk bergaul tersebutlah , setiap orang ingin berjumpa dengan sesamanya. Manusia itu sendiri memang dilahirkan selaku suku bangsa tertentu dengan sopan santun kebudayaan tertentu pula.
Sebagai anggota sebuah penduduk , seseorang mempunyai keharusan untuk mempunyai tugas dan mengikuti kondisi serta menjalankan kolaborasi kepada masyarakat. Masih terlalu banyak pola lainnya yang menampilkan betapa dorongan sosial tersebut yang semakin besar lengan berkuasa , tanpa orang sadari , bergotong-royong ada argumentasi yang cukup besar lengan berkuasa ikut menopangnya.
Seorang filosof , Immanuel Kant , mengungkap kalau insan cuma menjadi insan apabila berada di antara insan lainnya , tujuannya , tak ada insan yang dapat hidup seorang diri , tanpa memerlukan pinjaman dan uluran tangan dari orang lain.
Seseorang bisa membuatkan hobi , perilaku , impian di dalam banyak sekali macam interaksi kepada sesama. Tidak cuma itu saja , seseorang juga mempunyai peluang besar untuk menuntut ilmu dari orang lain , mengidentifikasi sifat yang dikagumi dari orang lain untuk dimilikinya , serta menolak sifat yang tak dicocokinya.
Hanya dengan berinteraksi kepada sesama , dalam saling mendapatkan dan saling memberi , seseorang akan sadar dan menghayati akan kemanusiaannya. Banyak bukti kalau insan tak akan menjadi insan kalau tak berada di antara manusia.
3. Dimensi Susila
Susila berasal dari kata su dan sila , yang berarti kepantasan lebih tinggi. Namun , di dalam kehidupan bermasyarakat , orang tak cukup cuma berbuat yang layak kalau di dalam yang layak atau sopan tersebut misal terkandung kejahatan yang terselubung.
Dimensi susila ini juga bisa disebut selaku keputusan yang lebih tinggi. Kesusilaan ini diartikan meliputi dari etika dan etiket. Etika yakni urusan kebijakan , sedangkan untuk etiket yakni urusan kepantasan dan kesopanan.
Pada hakikatnya , insan memang mempunyai kesanggupan dalam mengambil sebuah keputusan susila , serta menjalankan juga. Sehingga , dibilang kalau insan itu yakni makhluk susila.
Persoalan akan kesusilaan senantiasa berafiliasi erat dengan nilai-nilai kehidupan. Susila ini meningkat , sehingga mempunyai ekspansi arti menjadi kebaikan yang jauh lebih sempurna.
Manusia dengan kesanggupan nalar yang dimilikinya memungkinkan dalam menyeleksi sebuah manakah yang bagus dan mana yang jelek , mana yang layak dan mana yang tidak pantas. Dengan adanya pertimbangan nilai budaya yang berpartisipasi dijunjung , memungkinkan insan untuk berbuat dan bertindak dengan susila.
Driyarkara , mengartikan insan susila selaku insan yang mempunyai nilai-nilai , menghayati dan menjalankan nilai tersebut di dalam sebuah perbuatan.
Nilai-nilai merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi oleh insan , alasannya yakni mengandung makna kebaikan , keluhuran , kemuliaan dan lain sebagainya , sehingga bisa diyakini dan dijadikan pedoman di dalam hidup. Pendidikan kesusilaan berarti menanamkan kesadaran dan kesediaan dalam menjalankan sebuah bentuk keharusan , di samping hak pada para penerima didik.
4. Dimensi Agama
Pada hakikatnya , insan merupakan makhluk yang religius. Beragama menjadi sebuah keperluan insan , alasannya yakni insan merupakan makhluk yang lemah , sehingga memerlukan kawasan untuk bernaung atau bertopang dan agama menjadi sandaran vertikal manusia.
Manusia merupakan makhluk religius yang mana dianugerahi oleh fatwa yang diandalkan di mana didapat lewat tutorial nabi , demi kesehatan tan demi keselamatan. Manusia selaku makhluk beragama mempunyai kesanggupan dalam menghayati pengalaman diri dan dunianya , menurut dari agama masing-masing.
Pemahaman agama ditemukan lewat pelajaran agama , sembayang , doa-doa , maupun lewat meditasi , akad aktif dan praktik ritual.
Jauh dekatnya korelasi , ditandai dengan tinggi rendah dari keyakinan dan ketakwaan insan yang bersangkutan.
Di dalam penduduk Pancasila , meskipun agama dan keyakinan yang dianut itu berbeda-beda , diupayakan tercipta kehidupan beragama yang merefleksikan adanya saling pemahaman , saling menghargai , kedamaian , ketenteraman dan persahabatan.
Pengembangan Dimensi Hakikat Manusia
Usaha pengembangan hakikat manusia dalam dimensi perorangan , sosial , susila dan agama , berangkat dari adanya asumsi dasar kalau insan memang secara mempunyai potensi mempunyai semua dimensi itu , yang memungkinkan dan mesti bisa dikembangkan secara sedikit demi sedikit , terarah dan terpadu , dengan lewat adanya sebuah pendidikan , sehingga dapat menjadi aktual.
1. Pengembangan Manusia selaku Makhluk Individu
Konsep dasar pengembangan insan selaku makhluk individu , insan selaku belahan yang tak akan terpisahkan dari kesemestaan , bisa membuatkan kekerabatan dan interaksi kepada orang lain secara selaras , harmonis , sepadan , tanpa mesti kehilangan jati dirinya sendiri.
Pengembangannya selaku seorang penerima didik , diselenggarakan dalam lingkungan pendidikan keluarga , sekolah dan penduduk , pengembangan yang menyangkut akan faktor jasmani dan rohani , cipta-rasa-karsa , selaku dimensi individual.
2. Pengembangan Manusia selaku Makhluk Sosial
Manusia sejak lahit sampai masa ajalnya , perlu dibantu oleh orang lain , Manusia itu sendiri sebisa mungkin mesti merasa sadar kalau dirinya terpanggil untuk senantiasa berbuat baik bagi orang lain dan masyarakat.
Pengembangan tersebut mesti dimulai sejak dari keluarga , sekolah dan penduduk , maka dari itu , nilai/norma/kaidah yang berlaku di dalam keluarga juga perlu dijunjung tinggi di sekolah dan di masyarakat.
3. Pengembangan Manusia selaku Makhluk Susila
Hanya insan saja yang dapat untuk menghayati norma dan nilai di dalam kehidupan , sehingga bisa menetapkan opsi tingkah laris yang bagus dan yang buruk.
Bagi insan Indonesia , norma dan nilai yang perlu dikembangkan merupakan nilai universal yang diakomodasi dan diubahsuaikan dari nilai khas yang mana sudah terkandung dengan baik di dalam budaya bangsa.
Sebagai insan Indonesia yang ideal yakni insan yang mempunyai sebuah ide , inspirasi , dan pikiran yang mana sudah terkristal di dalam kelima nilai dasar Pancasila tersebut.
4. Pengembangan Manusia selaku Makhluk Beragama
Sementara itu , ada pihak yang jauh lebih memprioritaskan terciptanya situasi penghayatan keagamaan , lebih dari pengajaran keagamaan.
Maka dari itu , yang perlu untuk diutamakan merupakan pola perilaku teladan dari guru , orang bau tanah , maupun pendidik lainnya , diikuti dengan opsi sistem pendidikan yang cocok dan ditunjang dengan kepraktisan fasilitas yang memadai. Demikian juga di sekolah dan di lingkup masyarakat.

Tidak ada komentar untuk "4 Dimensi Hakikat Insan Dan Pengembangannya - Habibullah Al Faruq"
Posting Komentar